Kamis, 16 Januari 2014

JEJAK KEARIFAN PASSOMPE' (PERANTAU)

Ketika pertama menjejakkan kaki di kota Balikpapan saya disapa seseorang  “PO’ mau kemana?”  dengan dialek agak mendayu,  dalam pikiran saya kata PO’ adalah kata sapaan  khas  orang-orang Balikpapan. Setelah begitu lama  baru saya sadari bahwa kata PO’ berasal dari kata SAPPO’ dalam terjemahan bahasa bugis adalah spupu  (ikatan keluarga jauh), di balikpapan sapaan ini menjadi tanda membangun kedekatan emosional dengan seseorang telah dekat atau yang baru dikenal.
Manusia Bugis sompe’ (merantau)  dan malleke’ dapureng (bermigrasi) bukan karena kelaparan, karena tidak adanya pekerjaan atau karena daerah asalnya tidak subur, tetapi kebutuhan akan freedom (kemerdekaan) serta kebebasan. Manusia bugis manusia merdeka mereka berharap kebebasan dalam mencari nafkah, kebebasan dari gangguan keamanan, kebebasan diri dari situasi yang mencekam dan sebagainya. Dalam kemerdekaan dan kebebasan itu mereka berharap tentang kehidupan yang lebih layak dan lebih sejahtera.
Pergolakan di tanah bugis pada abad 17 membuat manusia bugis sompe’ (merantau) ke segala penjuru dunia, mereka mediami  angke, johor ,loloangbugis bali, kampong bugis singapura, sampai cape town. Para perantau ini membangun sketsa politik dimana tempat mereka berpijak, mereka dikenal sebagai pasukan yang tangguh dan punya kesetiaan politik, ini dilihat bahwa kerajaan Selangor dan kerajaan Johor merupakan andil para perantau bugis. Kedalaman pengetahuan tentang maritim menjadikan mereka sebagai nahkoda yang ulung dan membagun jalur perdagangan dari pelosok nusantara sampai belahan dunia lainnya. Sisi lain juga membuat mereka dikenal sebagai perompak-perompak  ulung didunia disebut sebagai macazare ze rover.
Pasar Segiri konon diambil dari nama kota di sulsel (segeri)
(sumber detik .com)

Sangat mudah untuk menemukan to Ugi’ (orang bugis) di tanah rantau biasanya dapat ditemui didaerah pelabuhan dan pasar, karena to ugi dilahirkan dengan kemampuan berkomunikasi yang baik dan juga dibekali dengan keberanian mengambil resiko. Mungkin ini tidak lepas dari nilai prinsip tellu cappa yang merupakan petuah turun temurun. Tellu cappa berisi “cappa lila” (ujung lidah), “cappa’ kawali” (ujung badik), “cappa laso” (ujung kemaluan).Ujung lidah sebagai penanda kemampuan bersilat lidah (berkomunikasi) hal ini sangat penting dalam berdagang dan bernegosiasi, Ujung badik penanda terkait dengan keberanian dan keteguhan terkait apa yang telah diucapkan, Ujung kemaluan sebagai penanda  harga diri (rasa malu) juga sebagai alat negosiasi pembauran sosial.
Manusia bugis dalam melekke dapureng  mempunyai sifat kepeloporan seperti kata pepatah “dimana bumi dipijak disitu langit di junjung”. Disetiap kota di bumi etam passompe’ membangun pundi ekonomi mereka di tanah rantau, mereka meyakini tanah yang mereka kelola adalah tanah yang dititipkan Tuhan untuk dibangun. Hampir semua kota di mana para passompe’ ini berdiam maka mereka mededikasikan seluruh apa yang dipunya untuk membangun kota seperti membangun tanah kelahiran mereka.  Mereka tidak menumpuk harta mereka di kampun tanah kelahiran mereka seperti suku perantau lainnya.
Generasi para passompe’ ini menjadi tokoh masyarakat bahkan mereka menjadi panutan politik, sebutlah ada empat  perdana menteri Malaysia yang keturunan bugis makassaar Tun Abdul Razak, DM Najib, Ahmad Badawi, dan Datu Huasin Onn. Secara sosial mereka berhasil melakukkan pembauran sehingga mereka diterima menjadi bagian penting dalam satu tatanan masayarakat tanpa kehilangan indentitas.
Dato Sri Mohd Tun Razak
 (sumber wikipedia.org)

Mali’ siparappe tokkong siparebba’  merupakan satu prinsip hidup yang menjadikan para passompe’ mempunyai ikatan primordial yang kuat,Mali’ siparappe tokkong siparebba’ diartikan saling berpegangan ketika hanyut dan berdiri dan jatuhpun selalu bersama. Passompe’ di perantauan mereka saling menguatkan dan saling memberikan dukungan mereka mengajak para penduduk tanah rantau untuk saling menguatkan. Pertemuan Saudagar Bugis Makassar yang digagas oleh Jusuf Kalla menegaskan bahwa ekspansi sosial ekonomi harus di bangun bersama dengan menjadikan kepeloporan passompe’ dimana tanah mereka pijak.
Saya cukup kagum melihat bagaimana para passompe’ ini mendedikasikan diri dalam membangun  kota-kota di Kalimantan Timur, seolah saya melihat jejak-jejak kearifan pendahulu saya di tiap-tiap kota di borneo. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar